Hari ini hari senin, seperti kebanyakan orang yang
tidak menyukai senin aku juga begitu. Kenapa butuh tujuh hari ke hari minggu
sedangkan hanya butuh waktu sehari ke hari senin. Itu alasan yang cukup logis
menurutku.
Sepulang sekolah aku pergi ke toko buku untuk
membeli novel. Aku sangat suka membaca novel. Setelah mendapat novel yang ku
cari, aku berdiri di teras toko sambil membaca sinopsisnya.
Terdengar bunyi klakson yang sangat keras. Karena
kaget aku spontan mundur beberapa langkah, tak sengaja novelku terjatuh dan
dengan cepat telah berubah bentuk saat roda moge (motor gede ) melindasnya.
Mulutku masih menganga saat seorang cowok turun dari moge itu tanpa melihatku.
“ Heh coba lihat novelku sudah gak berbentuk gini ”
bentakku kesal.
“ Terus kenapa? Bukan urusanku juga” jawabnya asal.
“ Roda motormu itu udah ngancurin novelku masih
bilang gak urusanmu?” cerocosku.
“ Yaudah tinggal beli lagi, susah banget”
“ Setidaknya kamu bisa tanggung jawab kan”
“ Oh gitu. Kenapa? Butuh uang? Bentar”
Mendengar kata-kata itu hatiku langsung panas, aku
langsung menuju mogenya dan mendorongnya sampai jatuh. Setelah itu aku berlari
sekencangnya. Terdengar sayup suaranya
“ Woy awas balik ke sini”
Hari yang buruk tapi yasudahlah. Esoknya aku sekolah
seperti biasa. Aku sedang memperhatikan guru saat tiba-tiba tigaa orang cowok
datang memakai jas OSIS sepertinya mereka akan menjelaskan kegiatan buat ulang
tahun sekolah. Tapi tunggu, aku mengenali salah satu dari mereka. Itu cowok
moge di toko buku kemarin. Pasti dia masih inget wajahku, dengan cepat aku
menutup wajahku dengan buku. Aku tidak dapat mendengar penjelasan mereka,
karena suara detak jantungku lebih keras. Tapi sepertinya dia sudah melihat
wajahku.
Bel pulang berbunyi, aku ingin cepat pulang agar
tidak bertemu cowok tadi. Saat di depan kelas aku sangat kaget, dia sudah ada
di sana dengan tatapan tajamnya. Dia langsung menarik tanganku.
“ Eh apaan sih lepasin gak!” bentakku.
“ Diem!” dia hanya bilang itu, tapi sepertinya itu
lebih dari cukup untuk membuaat aku diam. Setelah sampai di taman sekolah dia
melepas tanganku dengan kasar.
“ Pelan-pelan bisa kan?” protesku.
“ Kamu harus ngikutin perintahku dalam seminggu !”
“ Apa? Gila ya gak mau”
“ Denger ya kamu udah dorong motorku sampai jatuh
lecet pula, masih mending Cuma seminggu”
“ Tapi novel...”
“ Dan itu dimulai besok. Mengerti ?”
Tanpa menunggu jawabanku dia langsung pergi. Walau
ku akui dia menarik tapi benar-benar gila.
Keesokannya aku berdo’a dengan khusu’ agar tidak
bertemu dia atau berharap tiba-tiba kepalanya terbentur dan lupa ingatan. Tapi
tiba-tiba...
“ Bawa tasku sampai kelas!” dia langsung melempar
tas ke arahku, aku sangat kesal, tapi anehnya aku diem aja. Begitu terus cowok
judes itu memerintahku bak majikan sampai enam hari, tapi ku akui sikapnya
mulai sedikit berubah.
Dari pagi aku tidak melihatnya padahal biasanya dia
sudah mencegatku di depan gerbang. Seharusnya ini jadi best day karena ini hari
ke-tujuh atau mungkin dia memberi potongan hari karena kerjaku yang bagus?
Entahlah. Tiba-tiba lamunanku buyar.
“ Eh kamu ditunggu sepulang sekolah di toko buku”
“ Eh apa? Kamu siapa? Ngapain?”
“ Gak tau aku Cuma nyampein pesen gak tau dari
siapa”. Mungkin si moge yang nyuruh, apa dia mau ngasih tugas terakhir? Gak tau
yang penting aku mau hukuman ini cepet selesai.
Aku memutuskan pergi kesana, tapi di toko buku sepi
sekalai padahal toko ini terkenal ramai, aku mulai was-was jangan-jangan si
moge itu bikin ulah. Tiba-tiba ada suara nyanyian lengakap dengan suara gitar,
aku mencoba mencari asal suara itu. Dan kudapati si moge sedang berjalan pelan ke arahku. Dan
nyanyiannya berhenti ketika dia sampai di depanku. Aku gugup kenapa aku malah
grogi.
“ Hai”
“ Apa? Kamu Cuma bilang hai setelah hal aneh kayak
gini?”
“ Maaf mengagetkanmu”
“ Ada apa ini, aku bingung”
“ Jadi would you be my girlfriend?”
“ Apa? Gak lucu deh”
“ Aku serius. Jadi satu minggu ini aku udah mikir
panjang dan ini endingnya. Maaf aku sering kasar ke kamu” jawabnya lembut.
“ Haaa?”
Kenapa dia jadi serius ngomongnya juga halus gitu.
Tapi aku gak bisa nyembunyiin kalau aku seneng banget. Aku tidak tahan
mendengar kata-katanya tapi masa aku juga suka sama dia?. Sepertinya dia
menyadari ekspresi wajahku yang aneh, dia langsung menyodorkan satu bucket
mawar besar.
“ Ambil, jika kamu mau jadi pacarku”
Gimana ini? Aku bingung pengen pergi aja dari sini
tapi masa aku gak ngasih jawaban. Dengan perlahan aku mengambil mawar itu.
Kulihat senyum penuh arti, senyum yang tak pernah kulihat sebelumnya.